Sorabi Haneut - Santi Marantika Best Of Jaipong Dangdut Sundanese (Pongdut Banjar)

[Sunda] Darso - Mawar Bodas (Koplo Cover by Rena)

Kutut Manggung - waljinah - jowo - campursari

Semakin sayang semakin kejam_pongdut

The 1920s was the decade that gave birth to the Jazz Age — a time of roaring rhythms, big brass bands, and smoky speakeasies. Jazz and blues exploded across dance halls, blending syncopated beats, improvisation, and soulful vocals. Ragtime faded into swing, while crooners and torch singers set the tone for romance. It was also the golden age of gramophones and radio, spreading music faster than ever before. Whether it was hot jazz in New Orleans, the Harlem Renaissance in New York, or the glamorous orchestras of Europe, the 1920s defined a sound of freedom, rebellion, and joy.


07, Echoes of Us - 1920's

Seandainya Bertemu Tuhan geery mahesa

Talaga reumis
Talaga nu jadi saksi
Waktos urang paheut janji
Pasini pakait ati
Pasimpay rasa satia
Duh bagja saksina Talaga Reumis

Talaga reumis
Talaga endah romantis
Tempat urang ngumbar asih
Ngamprokkeun rasa kasono
Nyacapkeun rasa katresna
Duh endah di sisi Talaga Reumis

Di sisi Talaga Reumis
Cinta mekar karembangan
Di sisi talaga reumis
Carita pinuh mamanis
Di sisi talaga reumis
Asih nyanding kabagjaan
Di sisi talaga reumis
Nyipta rasa nu romantis

Urang anteng... paduduaan
Mancing rasa... asih kaheman
Puseurna&#8230; useup kageugeut
Gupayna... geleng kadeudeuh
Nganggo jeujeur.... pangharepan
Ngantos geterna kukumbul kalbu
Surser rasa kasambut cinta
Pinanggih bagja di talaga

Urang anteng... paduduaan
Ngahaleuang... tembang kasmaran
Ngahariring...ririh kaheman
Ngagalindeng..lagam katineung
Lirih asih... pamatri ati
Tembang tresna panyimpay rasa
Lagu syahdu mepende kalbu
Ngahudang cinta di talaga

Talaga Reumis

Apa Mungkin Hujan Turun Sendiri ☆ Maya Angela ☆.mp3

mp3lio.com

PANCE F PONDAAG - TAK INGIN SENDIRI [Official Music Video]

Dian Piesesha - Demi Hari Esok

Jejak Musik Arie Koesmiran

Arie Rihadini Koesmiran, anak bungsu dari tujuh bersaudara, terlahir 20 April 1958 dari pasangan H Koesmiran dan Hj Djuana. Dan sepertinya, ia sudah ditakdirkan untuk menjadi seniman. Karena, sejak duduk di sekolah taman kanak-kanak, ia sudah mencetak prestasi yang sangat luar biasa dibandingkan anak seusianya di kota kelahirannya, Sidoarjo, Jateng.  Arie Koesmiran adalah seorang yang piawai ketika rekaman. Kecepatannya menangkap apa yang diinginkan sang pencipta lagu merupakan karunia yang diberikan Sang Pencipta. Hal ini dibuktikan dengan eksistensinya selama menggeluti dunia seni. Dia sudah menghasilkan lebih dari 200 album rekaman selama berkarier dari 1970-1982 (12 tahun). Dan, itu adalah salah satu bukti prestasinya dalam dunia seni. 

Ikut festival
Pada usia 10 tahun, namanya sudah tertoreh di ajang Pop Singer se-Jawa Timur. Bahkan, juara empat diraihnya pada saat pelaksanaan PON ke-VII Surabaya, dan menjadi Duta FFA (Festival Film Asia) Singapore (1969). Pada diri Arie, tidak ada kata menyerah dalam kamusnya, apalagi ditunjang dengan jam terbang yang sangat luar biasa. Sehingga, setahun kemudian, saat duduk di bangku kelas 5 SD Lely-Sidoarjo, dicobanya kembali ikut ajang Pop Singer dengan bimbingan guru vokal dari Depdikbud (Bapak Wahab) yang mengajarkan teknik-teknik vokal bernyanyi. Persembahannya pada lagu  The Love Of The Womendan  Putus Cinta di Batas Kotayang dipopulerkan Samantha Sang serta Titiek Sandhora, mampu menyisihkan 144 peserta dewasa, dan tercatat sebagai satu-satunya penyanyi termuda yang menjadi peserta dengan  tone  nada tertinggi.  Keberhasilannya menjadi Juara I dan Juara Favorit sekaligus, sempat menuai protes dari para peserta dewasa. Karena, Arie Koesmiran dianggap masih terlalu kanak-kanak.

Mulai rekaman
Pesonanya di ajang Pop Singer 1970 tersebut berbuah hasil. Arie langsung dikontrak perusahaan rekaman Mutiara yang bermarkas di Surabaya. Dengan bayaran sekitar Rp 150 ribu untuk satu tahun dengan lima album rekaman. Namun, kenyataannya dia menghasilkan lebih dari sepuluh album rekaman dalam setahun. Dalam album perdananya, ia sudah menggunakan nama Arie Koesmiran, bekerja sama dengan Band 4 Nada pimpinan A Ariyanto berjudul Kenangan Desember, ciptaan Is Haryanto dan beberapa lagu  hit lainnya, seperti  Ande-ande Lumut dan Si Mata Biru.

Keberhasilan album ini disusul album-album selanjutnya, yakni Harapan yang Suci (ciptaan NN/Singapura),  Muliakanlah Tuhanmu(ciptaan Eugine Thimoty), Senandung Sedih, serta Bertemu dan Berpisah (ciptaan A Ariyanto). Kepopulerannya tidak hanya dalam lagu-lagu pop, tapi juga lagu Jawa dan Melayu, seperti Lek-lekan, Begadang, Bersukaria, dan Hello Apa Kabar.

Konsekuensinya dalam berkarier membuat dia harus mondar-mandir antara Sidoarjo-Jakarta, baik untuk keperluan rekaman maupun tur promosi album di beberapa provinsi lainnya yang tersebar di Nusantara. Kenyataannya, kepopuleran namanya membuat sekolahnya terbengkalai dan sering dimarahi guru, sampai-sampai ia sering bolos dan tidur di kelas. Namun, tak dapat dimungkiri bahwa guru-gurunya berandil dalam membimbing sampai menyelaraskan antara sekolah dan karier berkeseniannya sehingga menjadi sekarang ini.

Sejalan dengan berkembang pesatnya karier Arie Koesmiran, semua album-albumnya semasa remaja menghasilkan hit , seperti  Setulus Hatimu Semurni Cintaku, Widuri, Apa pun Terjadi, Gadis,Tante Sun. Demikian pula dengan pemunculannya di beberapa film remaja, sebut saja Binalnya Anak Muda, Gita Cinta dari SMA, dan  Mencari Cinta.

Sulit dipercaya, di usia yang baru menginjak remaja, ia telah menghasilkan ratusan album dan selalu meraih sukses. Dengan prestasinya itu, ia pun dijuluki penyanyi "terproduktif" menghasilkan album rekaman.  Keputusannya untuk hijrah ke Jakarta ketika sudah kuliah di salah satu universitas di Surabaya, adalah suatu keputusan yang tepat untuk berkonsentrasi penuh dalam berprestasi dan berkompetisi menggapai karier di industri musik pop.

Macan panggung
Tidak butuh waktu lama bagi Arie Koesmiran untuk menaklukkan Jakarta. Baginya, karier bernyanyi jauh lebih bermakna lantaran dia sudah memutuskan Jakarta sebagai ladangnya dalam menghasilkan materi. Untuk mewujudkan itu, ia melakukannya dengan penuh keikhlasan sebagai seorang pekerja seni. Keindahan suara dan kekuatan Arie sebagai pekerja seni terletak pada ketiadaan rasa takutnya berkompetisi dengan yang lebih senior. Sehingga, oleh pengamat musik dan rekan wartawan saat itu ia dijukluki sebagai "Macan Panggung" bersama rekan seprofesinya, Hetty Koes Endang dan Emillia Contessa.

Dia memiliki suara yang sangat kuat dan berkarakter. Sehingga, saat detik pertama dia membuka mulutnya kita dapat langsung mengenalnya. Tidak bisa dimungkiri kalau karakter suaranyalah yang membuat namanya bisa sebesar sekarang, semua itu lebur dalam jiwa senimannya. Aksi panggungnya yang memesona tidak hanya menonjol di Indonesia, namun dapat juga dijumpai di beberapa negara/kota di Asia dan Eropa, seperti Malaysia, Singapore, Suriname, Rotterdam, Prancis, dan Denhaag.

Prestasi lain yang diukir Arie adalah keberhasilannya mengumpulkan penghargaan tujuh keping Silver dan Golden Record serta sebagai The Best Performance Ethnic Song di ajang The First FFA (1980) di Filipina. Dan, itu adalah suatu prestasi sekaligus pembuktian dirinya.

Jenuh sebagai artis
Arie Koesmiran memang seorang pop star. Frekuensi show-nya jauh lebih padat dibanding penyanyi seangkatannya di masa itu. Pesohor yang namanya sudah sangat melekat di hati pencintanya itu, memang merupakan sebuah proses perjalanan kariernya yang panjang. Dia melaluinya dengan tekun, disiplin, dan kemauan yang keras.

Kesuksesan diraihnya dengan mudah, keberhasilannya pada album Cemara-cemara Campus, Kuberjanji, maupun album duetnya bersama Ade Manahutu, The Blue Diamonds (Belanda) dan Fariz RM, bahkan beberapa lagu berirama disko dan reggea, seperti Di Tepi Sungai Babylon membuat popularitasnya makin mengilap.

Namun, perjalanan Arie di dunia seni harus terhenti selama enam bulan. Karena, ia divonis dokter sakit tenggorokan (radang akut) dan harus beristirahat total. Disaat puncak karier semakin menanjak, ia pun memutuskan untuk menikah di Jakarta pada 26 Desember 1981 dengan Syaiful Anaz Nawawi.




Arie Koesmiran - Kenangan Desember

Dian Piesesha - Demi Hari Esok

Comenx Net

Recent comments

Titinsuharni Suharni

Related tracks