Ditulis sekitar 2008-2009. 

Sebagian besar lirik diambil dari status Facebook Fedri, drummer band ini, yang saat itu sedang frustrasi dengan kerjaan barunya. Remaja belasan tahun, baru lulus SMK tapi harus banting tulang menghadapi omong kosong dunia kerja di salah satu pabrik di kawasan industri terbesar di Indonesia dengan gaji yang hanya cukup untuk bertahan hidup, bayar kosan, ongkos pulang pergi ke Cimahi, dan membiayai orang tua yang sudah pensiun dan adik yang masih sekolah.

***

Tersadar dari kekejaman otoritas
namun ku hanya bisa terdiam karena semua bias
hati berontak tangan mencoba mengepal
tapi ku selalu terkekang oleh semua kemunafikan

Ingin ku melawan, ingin ku hancurkan
tapi daya apa yang aku punya?
Terkekang aturan, terpenjara otoritas
tak ada kuasa untuk melawan

Terjebak di bawah kaki penguasa
ingin ku hancurkan semua benteng keterasingan
tak ada lagi keadilan yang kurasa
ku diperlakukan layaknya seekor hewan perahan

Ingin ku melawan, ingin ku hancurkan
tapi daya apa yang aku punya?
Terkekang aturan, terpenjara otoritas
tak ada kuasa untuk melawan

E.P. 2015

Peterpunx [RIP] - Di Balik Benteng Otoritas

Liber Mortis

*kekacauan adalah prinsip penciptaan berkelanjutan dan kekacauan takan pernah mati

Bakar sumbu molotov dari balik kamar gelap
Lempar hidup yang kalap, hanguskan mimpi yang gagap
Menyusuri tiap kota luka-luka dan senyap
Meledakan amarah hingga abu menjadi lesap 

Menembus batas waktu hancurkan dengan barku
Membunuh hantu-hantu yang ada dalam diriku
Maka teruslah berlari walau semua mimpi tak berarti
Terbang menuju mentari nikmati penghancuran diri 

Pada diriku sendiri kini telah aku temui
Perang tanpa solusi koalisi adiksi
Dibawah kibaran alunan Dionysus menari
Menanti tragedi ludahi sudahi hingga ku mati 

Melangkah tanpa hentakan melayang tanpa tujuan
Lari dari kerumunan berseragam haluan
Persetan kepada tuan yang menyatakan dominan
Telan antidepresan persetan pada kalian


*
Pada kompas yang rusak balut hitam aksara
Pusaran suara menembus pekat udara
Memilih cara gila hidup tanpa penjara
Penggal tiap kepala seret ke dalam neraka



Mulai tambah dosis dibawah logika yang krisis
Sebengis 'Jack the Ripper' meninggalkan mayat tragis
Menatap sinis menulis frasa untuk mengiris
Aku antagonis dalam kubangan darah nasionalis 

Di tengah kota merakit petaka para pendeta dan dogma
Membangkitkan Rasputin dalam wujud Chimera
Deklarasi pertempuran tanpa wajah tanpa nama
Eksekusi pesta darah dibalik puing gerhana 

Menggenggam kesunyian dalam cengkraman tangan
Samakan persepsi antara damai dan kebosanan
Bersandar pada pusara mencoba untuk bertahan
Menghitung tengkorak terkoyak kutukan merayakan kegelapan 

Detonasi emosi hantamkan insureksi
Mutilasi ketidakmungkinan sebab tunduk pada sunyi
Lupakan aturan bergerak dengan naluri
Ledakan diri kendarai hidup tanpa kemudi

Liber Mortis

binar mata yang jernih, 
senyuman murni, tawamu yang suci
hentak kaki kecil, 
rajuk manjamu, tangis meronta sunyi

bijak bestari 
mengukir namamu, doa-doa kami
hati berani, 
jiwa merdeka mengeja semesta

celotehmu bagai firman ilahi
nyanyianmu bagai kidung liturgi
genggam tanganku dengan jemari mungilmu
aku ada dalam setiap nafasmu

bermainlah, 
sapa semesta tertawa bersama
menarilah, 
jelajahilah setiap jengkal dunia

terbanglah, 
kepakkan sayapmu menuju ruang mimpi
bertarunglah, 
kepalkan tanganmu, menantang hari

jeritanmu menggetarkan langit
air matamu lukiskan pelangi
sebut namaku jika kau merindukanku
saat nanti tiba waktuku mati

celotehmu bagai firman ilahi
nyanyianmu bagai kidung liturgi
sebut namaku jika kau merindukanku
saat nanti tiba waktuku mati

Sofia

TuanTigabelas Hanya Dalam Angan  Xaqhala cover

From remastered and reissued "Perspektif", originally released in 2002. The CD available this October 10th.

Doyz - Bumi Hari Ini#2 (Feat. 3rd Emcee)

Telaga 

Jika ada di telaga
Dengan meja tua lapuk bersama lembab kaki-kaki berlumut
Harum kayu mati yang basah,
Mengantar pena ini pada sajak-sajak gelap
Bulan ini semua berlapis biru suram,
Surga sudah mengunci pintunya untuk para pengembara putus asa
Yang bersimpuh pada candu pelontar dimensi

Jika ini tanggal tua di telaga
Aku harap meja dengan harum kayu mati basah-
Terbakar hingga orang mungkin untuk ditumpuk menjadi penghapus luka-air mata

Pekerja dan bandit kecil, murung di sudut pasar
Di tanggal-tanggl membiru
Bibir para penggali pucat pasi 
Mengenang meja makan yang kosong
Masa lalu selalu menjadi santapan bagi orang-orang lapar
Wajah-wajah dari cerita lama bagkit untuk diumpati
Diikat pada akar pohon kering untuk dipaksa bercinta dengan rotan berduri

Sayangku, di tanggal-tanggal biru suram ini
Aku mengajakmu menuju bulan madu
Yang keras di gigir bukit gersang
Di mana kau tak akan mendesah,
Atau mencengkram kulitku yang kusut
Aku ingin kau mengumpati bayang-bayang
Agar bencimu pada yang tak beres berlipat ganda.

Di gigir bukit gersang
Aku akan mengajarimu mengasah belati
Untuk menjagamu
Jika posisi bercinta ini sudah membosankan
Sayangku, di sekitar kita hanya berdiri segala hal imitasi
Metonimia-metonimia rapuh
Simbol-simbol kerdil dan kusam.

Belati yang kau pegang
Jangan kau arahkan pada yang palsu
Karna kau hanya akan mati lelah
Arahkan itu pada ulu hati moral-moral pembatas
Jika kurang tajam, kau tahu batu hijau di dapur
Asah belatimu di batu itu
Kadang yang kau benci begitu tebal dan membingungkan
Karna hadir dalam berbagai rupa
Tapi jangan bunuh diri untuk mimpi
Tetap pegang saja belatimu
Siapa tahu ku bisa merobek udara di ruang sunyi
Karna dalam sepi
Kau hanya akan menemui kehampaan dan sesuatu yang kosong

Di telaga ini 
Meja tulis sudah terlanjur menjadi arang
Pekerja dan bandit kecil adalah pencuri hati
Biarkan mereka menghabisi kenanganmu
Tak ada yang berguna di masa lalu
Selain hanya untuk jadi bahan lamunan
Air mata-yang biasa kau panggil harus segera selesai
Menangislah sesekali dengan begitu keras 
Hingga nanah dan darah mengalr melalui cekung mata
Menetes dan jatuh pada kepatuhan daya tarik bumi
Itu akan menghidupkan bunga-bunga di gigir bukit gersang
Setelah tumbuh dan gulma mengelilinginya
Berlarilah engkau sayangku,
Menuju desa sepi di bawah bukit
Di sana tuan tanah dan tengkulak mengulur benang
Yang membuat pekerja, bandit kecil, dan kau, sayangku-
Pencuri yang manis-
Berharrap pada cita-cita yang palsu

Bakar rumah-rumah tuan tanah
Bakar rumah-rumah para tengkulak
Hingga yang tersisa hanya kau,
Dan orang-orang yang pernah kalah
Setelah semua selesai,
Kau akan menari di sekitar api-api
Bersama belati tergenggam di tangan
Tanda bahwa di bulan ini kau harus waspada

Bakar rumah-rumah tuan tanah
Bakar rumah-rumah para tengkulak





Telaga

"Crime Think"
Leevil
Demo
maratonmikrofon.Rec
2017

85 BPM

salam pada tanah yang berganti rupa dengan dupa
salam pada kawan yang masih menyimpan kewarasan dalam jiwa
satu masa dimana iblis mendominasi dunia tanpa muka
luka yang terbuka rasa sakit yang kita rakit menjadi bisa yang tak bisa mereka terka
dan kita menolak setiap teror penuh duka menjadi mayat tanpa keranda
mulai panas
kutarik gas
takkan kulepas
dan kutebas 
sampai tuntas
sebelum puncak fatalitas
rajai tahta lewat prosa
kembaliku berdansa dengan dosa
tak peduli mulutku berbusa
tak peduli lelah yang menggorok
kutegak bersama senartogok
hingga semua kulakukan merubah nasib yang tersalip
ku agresif bukan impresif merobek setiap hal yang pasif
karna hip + hop ku melenggang dalam bar
kau gusar
ini lebih dari makar
dar dar
aku sangat lapar tak lagi sabar
menyantapmu yang terbakar
sampai hangus kuberangus sangat rakus kuhabiskan kuberakan hanya tai kusisakan
persetan semua argument keadilan yang kau sebarkan pada layar
kan kubayar
semua kelakar
semua sofisme yang mengakar
kubereskan serupa joe million dalam vulgar
kembali putar dan menjalar pada nalar 
alam sadarku terbongkar dalam sarang egosentris
pada purnamanusia hormat pada senartogok juga sentris
dan terbius pada perspektif lirik doyz
menggodaku disetiap voice
kugabungkan semua menjadi 1 frame
kau tersentak katakan damn yeaaah
dalam riuh singgasana penuh nona
yang merona 
jangan lengah kumasih hadirkan bencana
ditiap jantung oposisi
menolak jadi generasi peternakan para zombi
maka ludahi gang fasis
pembodohan massal serupa isis
yang kau paksa harus sama
dari rupa dan agama 
yang menyaingi runcingnya kefanatikan suporter sepakbola
pahala dan berhala afeksi yang niskala
aku tanpa sila
135
lingkaran deviasi kemunafikan sosialis
merangkak lusuh berhimpun rapuh dalam baris fatalisme
detonasi disetiap ritme
sisakan puing apatisme
apa yang diharap dari khazanah tipu daya
dari bumi yang menua dan tak lagi punya daia
separuh baya tak berdaya dan dipaksa bercahaya
anggap ini mimpi? potong telingamu jangan lagi menampar pipi
itu takkan menyadarkanmu
jiwa yang terbelenggu stagnasi tak butuh motivasi hanya perlu provokasi dan cambukan api

bersuaka pada kutukan diantara nafas yang terpasung
di 4 sudut ruang muka yang bermurung
menyimpan bara pramudya
menelaah setiap kata dari hamka hingga martin alieda
kesetaraan yang tak butuh pemerintah
aku menolak diperintah
sejak ratu adil tak pernah hadir dalam kecaman intimidasi ratusan polisi 
hidup terlalu basi tuk revisi jika percaya mereka bisa mengayomi

akulah bunga berakar api yg ditemukan Drop d sound dengan fian dan diciduk senartogok dijalanan
dan mekar menjadi petaka yang membakar kemunafikan dikubahmu
aku takkan 
bisa kau hentikan
silakan camkan dikepalamu
lalu silap
itu keringat yang melekat pada jidad
kau memohon jangan sayat
dan terlambat semuanya begitu sangat cepat
hingga setiap saat kuhanya perlu bersepakat pada prahara untuk korban selanjutnya
mungkin dia atau kamu?
aku takkan beri tahu tapi beri kau ancaman
maka teruslah terjaga dengan nafas ketakutan
pada satu kenikmatan rasa sakit 
yang tak pernah kau rasakan

Sofia

Fajr

Related tracks