PARIS-GERMANY-PRAGUE

**Kolaborasi dengan sahabat Dimas Indiana Senja,

07 Februari 2017,

Sudah satu tahun hampir berlalu, rasanya patah di hati masih menjadi kabut yang begitu tebal. Memisahkan antara tubuh lain dan jiwa yang masih bertahan. Kuil-kuil yang dikatakan menampung cinta yang paling hening, diperam oleh para biksu, dikirimkan melalui angin yang merapat.
Sementara aku masih di sini, bangku panjang yang setia kepada diam dan kesunyian. Di sini aku semakin mengerti, waktu kian menua, janji seperti lumut: menyisakan sesal yang basah.

Lambat dan laun, waktu tetap membangun rumahnya. Segala ingatan yang tertahan dalam pelukan dan dalam sepi yang panjang. Membuat tempo dari darah dan jantung dalam dada, menyusun kilatan kecil. Tetang hidup yang dilarikan ke dalam tembok perbatasan.

Pertemuan memang selalu berakhir di selembar foto. Aku menyimpannya di dada paling ceruk. Sebab rindu hanyalah lesatan ingatan yang menyisakan sesak dan sesal. Di sana aku melihat labirin yang panjang di matamu: gelap dan pengap.

Jika saja kerisauan yang aku rasakan ini, dirasa juga olehmu. Masih adakah dua tangan yang terbuka dan kuat, mengeratkan lapisan ingin dan rindu yang berseberangan dengan ikatan. Ikatan yang bukan lagi antara aku dan kamu, tapi ia yang memiliki cincin dari hatimu. Hatimu yang dulu mencintai hari-hari kesabaran denganku. Hatimu yang dulu merindui setiap judul malam dan pagi dari balik pesan dan jeruji tempat yang berjauhan.

Ada sesuatu yang tidak mampu diungkapkan, semirip daun yang berguguran di teras waktu. Saat kalender lusuh, dan hati kita saling gaduh. Ada ruang kosong yang telah lama kusimpan, yang kusiapkan untukmu, untuk hari-hari depan yang ungu, tetapi doa adalah alur alir sungai yang tak tentu, lesat dari harapan dan penantian serupa hitungan nisbi: semua tak mungkin kembali.

Ada sesuatu yang berkerja selalu dengan misteri. Merapihkan retasan air dan angin ke  dalam sulaman baju dan mimpi yang tidak pernah dapat dikenakan oleh hari yang kehilangan hadirmu di lain ruang.
Kelak, doadoa yang pernah kita rangkai dari airmata yang mengering di tengadah tangan paling pinta akan menjelma kupukupu bersayap biru. Menjelma saputangan yang akan mengekalkan kerinduan yang piatu.

KATA-KATA JIWA