Tanpa Dirimu

Open Casting Voice Over #AudioStory as Keyra by Nikita Putri

Puisi ini sejatinya milik Dee Lestari, ini pun bukan puisi, tetapi salah satu kisah di novel Rectoverso miliknya, dengan judul Hanya Isyarat. Lalu saya memutuskan untuk membacanya seperti ini dengan backsound yang saya unduh dari youtube, Terima kasih. :)

"Aku menghela napas. Kisah ini terasa semakin berat membebani lidah. Aku sampai dibagian bahwa aku telah jatuh cinta. Namun orang itu hanya mampu kugapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang cuma sanggup kuhayati bayangannya dan tak akan pernah kumiliki keutuhannya. Seseorang yang hadir sekelebat bagai bintang jatuh yang lenyap keluar dari bingkai mata sebelum tangan ini sanggup mengejar. Seseorang yang hanya bisa kukirimi isyarat sehalus udara, langit, awan, atau hujan. Seseorang yang selamanya harus dibiarkan berupa sebentuk punggung karena kalau sampai ia berbalik niscaya hatiku hangus oleh cinta dan siksa…

…itu sudah lebih dari cukup…"
-oleh Dee Lestari.

Hanya Isyarat

Dan untuk kedua kalinya saya akan membacakan sebuah puisi yang saya buat sendiri. Puisi ini sebenernya sudah lama dibuat, berkisar tiga tahun yang lalu. Tapi, pernah nggak kalian kena sindrom di mana puisi yang kalian pernah buat akan selalu "nyata"; ngena di hati. Karena meskipun lukanya udah sembuh, bakalan selalu muncul luka yang lain. Puisinya sama, kejadiannya sama, yang membedakan hanya pelaku yang ada dalam puisin tersebut. 

Halo, aku biru
Sedang apa kau disana?
Masih mengingat aku?
Aku si biru

Aku selalu sedih, tapi bukan karena kau
Aku selalu murung, juga bukan karena kau
Tapi karena kemunafikan kita berdua

Hanya mengingatmu saja dada sesak, mata hujan
Itulah aku biru,
Kau munafik, begitupun biru
Tak ada perbedaan bukan?
Ya memang, karena kita satu
Tapi itu, dahulu
Dan kini, tak ada arti

Halo, Aku Biru

Selalu suka dengan setiap karya - karya kak @rahne; indah, bermakna, dan menohok. Kali ini saya akan membawakan sebuah puisi kak Rahne yang ada di bukunya; SADGENIC.

Jika rindu itu peluru, kulepas dalam bising yang menderu.
Kuterjam habis menembus peparu.
Jika rindu itu peluru. Kutembakkan ke awan. 
Pecah ia menjadi hujan, dan membasahimu dengan kecupan.
Jika rindu itu peluru. Kutembaki sendiri kepalaku, yang terlalu penuh kamu.
Jika rindu itu peluru. Jangan bunuh aku dengan itu
Jika rindu itu peluru, kuharap ia tak akan melukaimu.
Tapi semua itu semu.
Karena,
Rinduku ini hanya peluru, tanpa senjata. 
Terakar di tangan, diam dan tak akan menujumu. 
Tenang saja aku tahu itu maumu.
Peluru ini kupengan di tangan, kusimpan hanya dalam angan.

Jika Rindu Itu Peluru

Puisi ini dibuat oleh @rahne dalam bukunya SADGENIC.

Cinta bukannya tidak tepat waktu. Kau saja yang terburu-buru.
Cinta bukannya tidak tepat waktu. Dia sedang dandan, bersiap diri. 
Entah di mana. Siap bertemu. Kamu.
Cinta bukannya tidak tepat waktu. Dia sedang bersama Tuhan. 
Pinjam kendaraan, menujumu.
Cinta bukannya tidak tepat waktu, 
dia hanya sedang menyiapkan kejutan
Cinta itu bukannya tidak tepat waktu, 
dia hanya amnesia sebentar.
Cinta bukannya tidak tepat waktu. 
Kau yakin ada di tempat yang tepat?
Cinta itu bukan tidak tepat waktu. 
Dia hanya lupa taruh arlojinya dimana
Cinta bukannya tidak tepat waktu, dia kehujanan. 
Hujan rasa was-wasmu. Berhentilah begitu. Biar cepat terang, dan dia datang.

nikitibiti

Popular tracks