Spektrum&SepenggalAurora - hujan.mp3

Isi otak harus dimuntahkan biar tidak busuk. Makanya kami mulai membuat lagu. Berusaha menempatkan ide, imajinasi, fakta ataupun dinamika sosial-politik dalam sebuah teks. Tak begitu amibisius sebenarnya. Sebagai anak muda yang labil, kami banyak kali mangkir dari kesepakatan-kesepakatan. Katakanlah tak disiplin. Itu salah satu alasan kami tak jadi tentara, polisi apalagi membayangkan ikut program bela negara.

Betapapun sulitnya, sejumlah lagu sudah berhasil dibuat. Idenya datang dari mana saja dan tentang apa saja. Misalnya, ada cerita tentang pengalaman jatuh cinta yang penuh semangat. Tak malu-malu. Ya, dibanding membunuh atau memperkosa, kisah cinta yang seru adalah sesuatu yang patut dibanggakan.

Meski, kami sadar, sebagian masyarakat sudah membentuk moralitas secara kabur. Mereka bisa menyebut cinta sebagai dosa, tapi menjanjikan surga atau memberi gelar pahlawan pada pembunuh.

Kami ingin membalik cara pikir itu.  Tak ada dosa dalam cinta. Kami lebih senang mendefinisikannya sebagai tindakan menjauhi moralitas. Dengan begitu, tiap individu yang berani menanggalkan kaidah-kaidah normatif adalah orang-orang yang kuat dan yakin pada keputusan personalnya.

Kami juga percaya, di dunia ini hanya jatuh cinta yang selamat dari konstruksi sosial-politik. Sebab, cinta sudah lebih dahulu lahir sebelum nenek moyang manusia mendirikan agama ataupun negara.

Jatuh cinta adalah naluri alamiah manusia yang tak bisa dipolitisir, bahkan oleh lembaga pernikahan dengan ritual-ritual yang rumit itu. Menikah adalah urusan antara sepasang manusia dengan agama dan negara. Jatuh cinta adalah urusan orang per orang – dengan atau tanpa restu negara dan agama.

Maka, tiap orang yang memperjuangkan kemerdekaan cintanya, telah menjaga kehormatannya sebagai manusia. Sebaliknya, membatasi ekspresi cinta seseorang sama halnya dengan merampas kebebasan individu.

Sehingga, apa yang menurut kami lebih penting dari mengusik urusan orang per orang adalah meyakinkan diri sendiri untuk berani menentukan pilihan hidup. Berani bertindak sebagai manusia, bukan sebagai gumpalan daging yang digerakkan seperangkat aturan – yang sama sekali tidak kita buat tapi harus dituruti.

Memang, masih ada pilihan untuk mengikuti kenyataan hidup yang seragam, lalu menggadaikan hasrat manusiawi pada doktrin-doktrin kacangan – tentang kebaikan dalam kesusahan, kesabaran dalam penindasan atau kehidupan setelah mati.

Kami sudah memutuskan keluar dari tradisi gelap tersebut, sebuah pilihan yang berpotensi menimbulkan tuduhan sesat. Tapi, kami rasa, apa yang disebut sesat hanyalah jalan lain yang enggan dan tak berani dilalui banyak orang.

Menurut kami, hidup adalah petualangan yang tak perlu peta, juga drama tanpa naskah. Sehingga, heroisme esok hari hanyalah imajinasi konyol motivator murahan yang hidup dari kelemahan manusia-manusia menyedihkan.

Sampai di sini, lagu yang kami buat banyak menceritakan absurditas hidup. Tapi, tentu saja, proses itu belum rampung. Kami akan terus menggunakan imajinasi hingga batas-batas maksimal.

Setidaknya, untuk sementara, kami sudah memperoleh sedikit pengetahuan. Bahwa dalam sebuah pemberontakkan, ada cinta yang tak mau takluk. Dan dalam sebuah cinta, ada kemerdekaan yang tak rela direbut.

Spektrum Dan Sepenggal Aurora