kami ada semenjak tuan membangun pagar
yang mengontrol apa yang pantas keluar masuk
halaman pemikiran kami.
kami ada semenjak tuan mewajibkan kami
mengkonsumsi teh merk ini,
sinetron monoton siang hari, berita-berita hasil
laboratorium pemilik modal, atau pakaian-pakaian ciptaan tuan.

kami ada semenjak tuan bertutur tentang batas,
tentang benteng, tentang penjara,
tentang segala hal rancu, tentang kosakata ambigu, tentang pelarangan imajinasi yang tabu,
atau tentang hewan yang harus dikandang.

kami ada semenjak tuan mengatur apa yang boleh kami baca, apa yang boleh kami yakini,
apa yang harus kami berhalakan dikemudian hari.

kiami ada semenjak tuan menunggangi batara kala,
semenjak tuan berlagak mengatur hujan,
semenjak tuan memberhalakan diri tuan sendiri dan
dengan congkak mengatur lalu lintas rasi bintang.

ketika tuan merasa setiap kata adalah sabda,
maka kami berkerumun untuk menjadi pembangkang dari setiap
titik dan tanda seru yang tuan ucapkan.

ketika tuan merasa setiap wewenang adalah kalam,
kami bergerombol di tiap sudut gang untuk menjadi
pembangkang dari setiap peraturan yang tuan tagakkan.

kami kecil,
namun kami lahir dari rahim pemberontak.
kami lemah,
namun setiap saudara kami siap untuk mati
agar matahari dan bulan tidak jatuh ke tangan tuan.

kami adalah reinkarnasi dari para samin,
para badui, dan pribumi
yang tidur di pangkuan semesta.

kami adalah
minak jinggo, trunojoyo, pengging, dan mangir.

kami bukan merah, biru, atau kuning.

kami adalh hitam
yang merangkum semua warna yang diabaikan.

kami bukan kanan, kiri, 
tengah, bawah, atas.
kami adalah bayang-bayang yang membuat semua itu berdimensi.

kami adalah katalisator
yang dimiliki alam semesta.

kami adalah gempa yang mengingatkan tuan,
bahwa tuan tak bisa mengendalikan
gravitasi.

Deklarasi Untuk Yang Dihempaskan

kami yang tuan risaukan

*
hu...
e..
o..

manunggaling sukma
marang kiai bumi
manunggaling raga
marang nyai kala

tanpo kawulo
tanpo gusti
manunggal ing
arupo datu

sopo siro wani muni.
mangkat lawan 
buto kolomonggo.
tanpo sabdo pangeran
wani lawan tirani

sakti tanpo aji


**
apa yang kau khawatirkan
wahai orang yang menggenggam batu
jika kami membawa bunga
ditengah medan laga?

apa yang kau cemaskan
wahai orang yang geram
dan mengepalkan tangan,
jika kami tersenyum dan merangkul
orang yang kau pecundangi?

apa yang kau risaukan
wahai orang yang mengangkat balok kayu
seraya berteriak norma bla, bla, bla?,
jika kami membuka payunguntuk mereka yang telanjang
dan menggigil dihempas hujan?

hari ini aku bersemayam dibilik-bilik remang
untuk menghayati cahaya.
hari ini aku mengheningkan indra,
agar aku tahu bahwa serangga sekecil apapun
memiliki suara dan nyanyian bimbang
tentang keadaan yang guncang.

lalu aku berdiskusi dengan sepasang telingaku,
bahwa kami harus mendengarkan apapun yang bernyanyi dengan sendu.
maka dari itu,
aku bertanya sekali lagi kepada tuan dan nyonya
apa yang kkalian khawatirkan jika kami berkumpul
menjadi satu?

Kami Yang Tuan Risaukan

disini adalah kubangan
dimana kau tak bisa temukan koral
dan lumba-lumba!

disini tiap tanah berubah menjadi kaca benggala
yang bercerita tentang hari esok.
disini tak ada ikan.
pun tak ada nelayan yang menebar jala.
karena ini bukan lautan.
pula bukan waduk atau bendungan.

orang-orang mengepalkan tangan.
tak ada parang. tak ada senapan.
disekitar kubangan yang ada hanya amarah.

janji datang persis seperti dongeng.

seorang saudagar mengumbar cerita tentang hikayat hantu lumpur yang bijaksana.
hantu penjaga waduk.
penjaga tiap bendera parpol yang
tak jemu membagikan kaos bergambar mikimos berpeci!

dalam tiap gulita
hantu datang bersama para cenayang
yang sembah sujudnya diberikan kepada
joyooyo dan ronggowarsito.

ramalan sering terdengar disekitar
alun-alun dekat kubangan
bahwa lautan lumpur ini adalah anggur dalam perspektif sufistik!

persetan anggur!
persetan para peramal!

orang-orang tak ingin
dikibuli 2 kali oleh hantu-hantu lumpur!
orang-orang menolak hikayat yang diberikan para saudagar!

dalam kubangan ini
bersemayam dusun-dusun layaknya atlantis,
surga bagi orang-orang terusir.
berbondong-bondong penghuni dusun keluar
dengan tangan terkepal.
mereka menagih janji para peramal!
menantang hantu dan cenayang!

karna dalam kubangan ini tak bisa kau temukan
koral danl umba-lumba!

yang hadir hanya janji, dongeng dan bendera-bendera!

wacana takpernah lelah
namun selalu berakhir seperti komedi murah
yang mencela kemudian lari dengan tangan sembunyi!

orang-orang disekita kubangan mengepalkan tangan!

marah!
marah!
tanpa parang! tanpa senapan!

bersatu menagih hikayat yang
dijanjikan para saudagar!

Orang Disekitar Kubangan

pada mulanya adalah gelisah
yang tumbuh ganas
namun dibungkam dengan plastik hitam,
dibungkus dan ditinggalkan
dibawah kursi lembab
diruang dengan lampu 5 watt.

pada mulanmya adalah gelisah
dalam cemas kami tumbuh beranak pinak 
seperti jamur yang marah pada tiap klorofil
yang dengan senang hati dimonopoli daun-daun berwarna!

kami beratus jamur
tumbuh tanpa cahaya,
karena matahari sudah dibeli
beringin tua!

kami beratus-ratus jamur 
bernyanyi dibawah tanah
karena diatas poko cemara
garuda buta siap menyambar
siapa saja yang bersuara.

pada mulanya adalah gelisah
kami tumbuh dalam lereng gelap!
menoklak jinak!
kami memilih bertahan! tumbuh! beranak-pinak!
menjadi gulma!

Pada Mulanya Adalah Gelisah

Mawar Liar Yang Dipepatkan Dalam Pot Plostik Tiga Lubang

nafas adalah bunyi terengah-engah pada tiap pergulatan dipersimpangan jalan-jalan gelap.


Nafas

Telaga 

Jika ada di telaga
Dengan meja tua lapuk bersama lembab kaki-kaki berlumut
Harum kayu mati yang basah,
Mengantar pena ini pada sajak-sajak gelap
Bulan ini semua berlapis biru suram,
Surga sudah mengunci pintunya untuk para pengembara putus asa
Yang bersimpuh pada candu pelontar dimensi

Jika ini tanggal tua di telaga
Aku harap meja dengan harum kayu mati basah-
Terbakar hingga orang mungkin untuk ditumpuk menjadi penghapus luka-air mata

Pekerja dan bandit kecil, murung di sudut pasar
Di tanggal-tanggl membiru
Bibir para penggali pucat pasi 
Mengenang meja makan yang kosong
Masa lalu selalu menjadi santapan bagi orang-orang lapar
Wajah-wajah dari cerita lama bagkit untuk diumpati
Diikat pada akar pohon kering untuk dipaksa bercinta dengan rotan berduri

Sayangku, di tanggal-tanggal biru suram ini
Aku mengajakmu menuju bulan madu
Yang keras di gigir bukit gersang
Di mana kau tak akan mendesah,
Atau mencengkram kulitku yang kusut
Aku ingin kau mengumpati bayang-bayang
Agar bencimu pada yang tak beres berlipat ganda.

Di gigir bukit gersang
Aku akan mengajarimu mengasah belati
Untuk menjagamu
Jika posisi bercinta ini sudah membosankan
Sayangku, di sekitar kita hanya berdiri segala hal imitasi
Metonimia-metonimia rapuh
Simbol-simbol kerdil dan kusam.

Belati yang kau pegang
Jangan kau arahkan pada yang palsu
Karna kau hanya akan mati lelah
Arahkan itu pada ulu hati moral-moral pembatas
Jika kurang tajam, kau tahu batu hijau di dapur
Asah belatimu di batu itu
Kadang yang kau benci begitu tebal dan membingungkan
Karna hadir dalam berbagai rupa
Tapi jangan bunuh diri untuk mimpi
Tetap pegang saja belatimu
Siapa tahu ku bisa merobek udara di ruang sunyi
Karna dalam sepi
Kau hanya akan menemui kehampaan dan sesuatu yang kosong

Di telaga ini 
Meja tulis sudah terlanjur menjadi arang
Pekerja dan bandit kecil adalah pencuri hati
Biarkan mereka menghabisi kenanganmu
Tak ada yang berguna di masa lalu
Selain hanya untuk jadi bahan lamunan
Air mata-yang biasa kau panggil harus segera selesai
Menangislah sesekali dengan begitu keras 
Hingga nanah dan darah mengalr melalui cekung mata
Menetes dan jatuh pada kepatuhan daya tarik bumi
Itu akan menghidupkan bunga-bunga di gigir bukit gersang
Setelah tumbuh dan gulma mengelilinginya
Berlarilah engkau sayangku,
Menuju desa sepi di bawah bukit
Di sana tuan tanah dan tengkulak mengulur benang
Yang membuat pekerja, bandit kecil, dan kau, sayangku-
Pencuri yang manis-
Berharrap pada cita-cita yang palsu

Bakar rumah-rumah tuan tanah
Bakar rumah-rumah para tengkulak
Hingga yang tersisa hanya kau,
Dan orang-orang yang pernah kalah
Setelah semua selesai,
Kau akan menari di sekitar api-api
Bersama belati tergenggam di tangan
Tanda bahwa di bulan ini kau harus waspada

Bakar rumah-rumah tuan tanah
Bakar rumah-rumah para tengkulak





Telaga

Kita sudah tidak lagi berjumpa
Pada kosmos spiritual yang sureal
Kau dan aku adalah agen-agen intelijen sunyi
dan romantisme bugkam
Lalu mendadak aku ingat
Bahwa kau dan aku kini
Ada di dua kubu berseberangan
Saling maki
Dan mengumpat dalam bising nyalak anjing di hati
Sesekali kau menggigit bibirmu
Isyarat rindu yang menjelma gerah
Dan aku menggapai-gapai jemarimu yang maya

Kita sudah tidak lagi berjumpa
Tidak ada lagi suara panjang dan kepala-kepala bersandar
Kau adalah kemandirian dan aku hilang
Ditelan gelombang
Kini dan nanti
Raba aku dalam fantasi

Talamariam (Ft Zaen - Burning Catfish on guitar)

Di Seberang

gigir

Jika anak-anak bayangan berkumpul dengan botol-botol peledak
Maka bunyi dan cahaya adalah milik mereka
Jika orang-orang marah merapat pada gedung-gedung angkuh
Maka setiap batu yang terlempar adalah gembala mereka

Lalu siapa dirimu?
Di bawah jembatan seorang anak digantung
Janggal di antara rumah-rumah miring
Yang esok harus dilipat dan hengkang entah ke mana.
Kau kah yang menjerat leher anak itu?
Golonganmukah yang menyiapkan tali dan menghentikan ramai jalanan malam
Dengan tayangan massal ramai sepak bola dunia?

Jika kawan-kawan anak itu berkumpul
Beserta orang-orang marah
Apa yang bisa dihalau barikade keamanan di persimpangan?
Adakah kau di antara barikade tersebut?
Atau kau berdiri gusar di sebrang jalan
Menenteng tas laptop usai kuliah
Berharap kerusuhan tak mengganggu kestabilan jalan pulangmu
Menuju rumah kontrakan?

Siapakah kau di antara udara panas dan orang-orang geram?
Siapakah kau di antara anak-anak bayangan?
Adakah kau berdiri bersama mereka?
Cemas dan marah?
Atau kau berdiri dalam barikade tertib berseragam lengkap
Seolah kau bukan manusia 
Seolah kau tak mengenal manusia lain
Aku melihat seorang dalam barikade menggigil
Sebab satu minggu yang lalu 
Ia tak tahu bahwa popor senapan mengenai pelipis pamannya sendiri
Yang seorang tukang becak

Jika kau dalam barikade patuh
Pedulikah kau siapa yang akan kau hempaskan dengan perasaan jumawa
Seakan kau membuat dunia lebih baik
Atas nama keindahan
Seharusnya yang hengkang adalah repetisi kekerasan
Siapakah kau?
Apakah kau bersama orang-orang lelah yang tak pernah tidur lelap
Sebab cemas dinding akan dirubuhkan tiap instruksi datang?

Ataukah kau orang-orang yang semangat, menyingsingkan lengan baju, 
menggenggam erat senjata api,
Mengikat kencang sepatu boots,
Memastikan kancing seragammu rapi
Bersiap menunggu instruksi 
Untuk menumpas, untuk menghancurkan

Siapakah kau?
Adakah kau berdiri dalam barikade
Ataukah kau hanya seorang yang gusar di seberang jalan 
Berharap setiap kerusuhan tak menggangganggu kestabilan hidup
Dan.........

- Talamariam -

Gigir

Komposisi ini kami buat untuk merespon kegagalan negara memahami kehendak rakyat. Pandemi dan berbagai rancangan undang-undang yang mengancam ruang hidup orang banyak membuat kami resah. maka biarkan suara kami merambat, menjadi suara banyak orang. unduh dan sebarkan! Rakyat bantu rakyat, warga saling jaga.
hormat kami untuk semua pejuang yang masih turun kejalan, 
a luta continua!

Daulat Rakyat

Talamariam adalah makhluk fiksi. Sebuah kelompok yang mengklaim, musik dan puisi adalah tentang pembacaan hidupdan rutinitasnya. Bunyi dan kata yang kami buat adalah medium rasa. Entah marah, gentar, enggan, jijik, atau takjub. Tak ada yang patut menjelma niscaya, Kami bukan penyebar kisah-kisah teladan. Kami juga tak hadirsebagai dakwah panjang tentang norma, moral, benar dan salah. Sebab kebenaran adalah konsensus. Dan siapa yang berani menjamin tak ada dusta para penguasa dalam konsesnsus? dalam suara orang banyak? Semua yang keluar dari kami, entah itu bunyi atau rentetan panjang kata-kata, adalah peristiwa yang kami cerna dengan marah, takjub, jijik, gentar atau enggan. Atau kadang hanya mengejek diri kami sendiri, seorang pandir yang tak melakuka apapun dalam kemelut abad persimpangan.

Popular tracks by Talamariam