Tigapagi di Hari Tani

Hari ini, (24/9/2013) kerap terlupa segenap Bangsa Indonesia. Kala itu, 24 September 1960, Sukarno menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960). Atas penetapan tersebut di atas, maka 24 September ditetapkan sebagai Hari Tani Nasional.

Tujuan mulia UUPA memusnahkan Undang-Undang Pertanahan yang berbau penjajahan, ditujukan supaya dalam pengelolaan lahan pertanian, para petani senantiasa leluasa sehingga dapat tercapai kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan sosial. Harapan indah tentang swasembada dan swadaya pangan negeri, menjadi utopia saja kini. Kenyataannya hari ini, kolonialisme baru, mulai menggerogoti asa para petani Indonesia. Lahan tani cuma petak-petak kecil saja kini.

Kini kolonialisme dengan wajah baru dan busana barunya, menebar ekspektasi semu pada asa anak negeri. Kolonialisme berwajah rupawan ini menawarkan mimpi lewat laba raksasa, kenyamanan akses cepat, persaingan tajam dan tikam-menikam antara anak bangsa. Memang semua ini tiada bisa terobati, akan terus berlangsung, dan hanya bisa dinikmati.

Anak-anak Ibu Pertiwi tertidur lelap dari kesadaran akan pentingnya peran pertanian bagi kesejahteraan bangsa. Tugu Tani di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, kini menjadi saksi bisu kemirisan ini. Tugu Tani tembaga ini kini perlahan berkarat menyaksikan punahnya semangat pertanian anak-anak negeri. Wajah kepahlawanan Tugu Tani, setiap hari diseka emisi migas yang pekat dan mencekik.

Melihat kenyataan tersebut, tak sedikit juga para buruh seni negeri yang menyadari peristiwa tersebut. Mungkin salah satunya adalah trio asal Kota Kembang, Tigapagi.

Tigapagi yang rencananya akan segera merilis album penuhnya di akhir bulan September, memperingati dan mengenang 24 September 2013 ini dengan melepas salah satu tembangnya bertajuk, "Alang-Alang".

Dengan segala kekurangannya, Tigapagi seakan berupaya memperdengarkan karya suaranya tanpa maksud lain selain membahagiakan pendengarnya, tanpa berharap dapat mengubah apapun. Hal ini mungkin tersirat di setiap syair yang dilantunkan trio ini. 

Bertepatan dengan Hari Tani Nasional, secara kebetulan isi dan pesan dalam lagu Alang-Alang ini memiliki rasa yang bersentuhan dengan peringatan tersebut.

Semoga karya suara yang dilepas Tigapagi berjudul Alang-Alang ini, dapat memberikan faedah bagi seluruh anak negeri yang mendengarkannya. Semoga negeri ini selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Segala. Selamat mendengarkan.

-Purma Adit-



Mixing & Mastering : Tesla Manaf @teslamanaf

Tigapagi - Alang-Alang

Hotma Roni Simamora: vocals, acoustic guitar.
Timur Segara: drums.
Leo Christian: bass.
David Qlintang: electric guitar.
Iyas Pras: keys.

Written by Guruh Sukarno Putra.

Recorded, mixed, mastered at Pepperland, Jakarta.

Sendiri

Sendiri (Guruh Sukarnoputra)

Resah Menderu

Dalam single perawan, berjudul “Penari” yang telah dirilis pertengahan bulan ini, Parahyena meramu dan mengemas musik akustik dengan sentuhan warna etnik, hal itu dimaksudkan untuk memberi ruang pilihan yang lain bagi banyak kawula muda saat ini yang memilih dan mendengar musik folk sebagai identitas barunya. Lagu“Penari”, bercerita tentang ketertarikan manusiawi mata lelaki/perempuan apabila melihat alunan gerak, kerlingan mata, lentikanya jemari, gemulai tubuh, seakaan ada makna yang ingin penari tawarkan disana, walau terkadang tak tahu apa arti dari maksudnya.
 
Penari, tetaplah seperti itu, tetaplah menjadi tubuh yang senantiasa membuai mata para penikmatnya…
-Parahyena-

penari

Hotma Roni Simamora: vocals, acoustic guitars.
Windra Benyamin: electric guitars, VST instruments, sound design.
Raymond Agus Saputra: bass, VST instruments.

Written by Hotma Roni Simamora.

Music Producer: Windra Benyamin.

Mix & recording engineer: Windra Benyamin at Gajah Studio, Jakarta.
Mastering engineer: Jaya ROXX at Gajah Studio, Jakarta.

No-Dream Land

Stupido Ritmo

🎸🚖 Ever been the fool with the keys and the tank on empty? That’s me — the unofficial chauffeur of every lost romance and midnight meltdown.

“Free Private Taxi” is indie rock with headlights on full beam: jangly guitars, sarcastic hooks, and the eternal story of the guy who always says yes when he should scream no. It’s for the backseat philosophers, the half-drunk drama queens, and the hand-waving friends who never chip in for gas.

Think late-night road movie, but shot on your parents’ old camcorder — messy, funny, and painfully relatable.

If you’ve ever been the ride, not the rider — this song’s your anthem.

🎶 Honk. Laugh. Ride. Crash. Sarcasm’s the only tip I get.

Lyrics:

I’m the rolling clown with the fuel I buy,
The king of favors, don’t ask me why.
Door unlocked, engine humming,
You text “pick me up” — and here I’m coming.

No GPS, I know your scheme,
Psychic Uber of your dream.
Wave of a hand, no coins, no cash,
Just me burning tires in a midnight dash.

Free private taxi, this is me —
Take you where you wanna be.
If early morning or dark night —
I pick you up with headlight bright. 

Backseat full of half-drunk friends,
I drive in circles, story never ends.
Thank-you note? Ha, never seen,
Just a wave goodbye from the drama queen.

I’m the chauffeur of lost romance,
Your midnight ride, your cheap last chance.
Every handshake, short and cold,
Costs me gas and my soul’s sold.

Free private taxi, this is me —
Take you where you wanna be.
If early morning or dark night —
I pick you up with headlight bright. 

Trigger words: honk, laugh, ride, crash,
Burning rubber, empty dash.
Punchline life on four cheap wheels,
Sarcasm’s the only tip I feel.

Free private taxi, this is me —
Take you where you wanna be.
If early morning or dark night —
I pick you up with headlight bright.
Free private taxi, always free —
The biggest fool you’ll ever see.

Take You Where You Wanna Be

The Sigit - Only Love Can Break My Heart

Hotma Roni Simamora: vocals, acoustic guitar, electric guitar.
Timur Segara: drums.
Leo Christian: bass.
David Qlintang: electric guitar.
Iyas Pras: keys.

Guest musician:
Oky Andrianto: acoustic guitar.

Written by Hotma Roni Simamora.

Recorded at Pepperland, Jakarta.
Mixed by Anggi Anggoro, Jakarta.
Mastered by Andrew Edgson at Studios 301, Sydney.

Watch it on YouTube: http://youtu.be/xFNonYbKoE0

I.H.I (Radio Edit)

Rendah hati sambil pahami diri
Mulai mengerti cara melangkah
Bunuh rasa malu ikhlas menangis
Air mata wujud pekik nan tulus

Berjalanlah susuri hari
Sapa setiap orang yang kautemui
Genggam tangannya ajakbernyanyi
Bekerja sama dalam harmoni

Aku tak perlu eksis negara
Aku ludahi tangan pemerintah
Aku kafiri kedok dominasi
Aku akhiri tindak tirani

Tangan mandiri menanam padi
Bahu penopang beban sendiri
Runduk belikat gembalakan sapi
Ruang nurani jelmakan seni

Bersambut kepal menjaga tanah
Mata menyeringai intai penjajah
Berangkai tulang terangi malam
Siang menjelang hasrat tak padam

Aku tak perlu eksis negara
Aku ludahi tangan pemerintah
Aku kafiri kedok dominasi
Aku akhiri tindak tirani

Tanpa titah tuhan
Tanpa tunduk hamba
Tanpa ilusi teknologi
Tanpa alienasi

Tanpa dogma
Tanpa cambuk tentara
Tanpa perbedaan
Kita setara

Tanpa absolut agama
Tanpa penguasa
Tanpa omong kosong institusi
Tanpa dewa dewi

Tanpa ratu adil
Tanpa perang sabil
Hanya ada aku, kalian, dan cinta

Hanya Ada Aku, Kalian, dan Cinta

Masturbasi Distorsi - Hanya Ada Aku, Kalian, dan Cinta

Hotma Roni Simamora: vocals, acoustic guitar.
Timur Segara: drums.
Leo Christian: bass.
David Qlintang: electric guitar.
Iyas Pras: keys.

Written by Hotma Roni Simamora.

Recorded, mixed, mastered at Pepperland, Jakarta.

Ke Sana

Kekalahan Terbaik (EP)

Ganjasmara

Float is an Indonesian band led by singer/songwriter/guitarist Hotma "Meng" Roni Simamora. The revolving lineup has influenced the band’s musical style that has grown from a mix of pop, rock, blues, and jazz. Supporting Meng with each of their role, Timur Segara (drums), David Qlintang (guitar), and Binsar Tobing (bass) make the latest Float’s four-piece formation.